Kita telah lama hidup bersama kemiskinan. Berpuluh tahun, berbagai cara ditempuh untuk mengurainya. Anggaran dialirkan, program dirancang, intervensi dilakukan. Negara hadir. Pemerintah bekerja.
Namun, ada kenyataan yang tak bisa dihindari. Penurunan angka kemiskinan berjalan lambat, seolah enggan beranjak jauh, meski ikhtiar terus diperkuat. Bukan karena pemerintah berhenti berupaya. Bukan karena masyarakat diam. Tapi karena kemiskinan memang lebih dalam daripada sekadar soal kekurangan pendapatan.
Di banyak pelosok negeri ini, kemiskinan hadir sebagai warisan yang tak kasatmata: keterbatasan kesempatan, ketidakpercayaan diri, keyakinan yang rapuh bahwa hidup bisa diubah. Anak-anak tumbuh tanpa ruang untuk bertanya tentang masa depan mereka. Bukan karena mereka malas bermimpi, tapi karena mimpi terlalu jauh untuk dijangkau.