Berita  

[Presiden Soeharto diusulkan sebagai Pahlawan Nasional: Golkar Pimpin Kontroversi Besar]

[Presiden Soeharto diusulkan sebagai Pahlawan Nasional: Golkar Pimpin Kontroversi Besar]

{
Latar Belakang
Rencana pemerintah memberikan Gelar Pahlawan Nasional ke Presiden Soeharto mendapat beragam reaksi. Namun hal tersebut merupakan fenomena yang wajar, seiring dengan demokratisasi dan juga kemajuan teknologi informasi sekarang ini. Justru dengan melihat banyaknya pandangan, akan memperkaya khazanah kita terkait suatu isu.
Fakta Penting
Usulan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bukan kali ini (2025) saja. Jauh sebelumnya, pada 2010, Pemprov Jawa Tengah sudah mengusulkan pemberian Gelar Pahlawan terhadap Pak Harto. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) bentukan Kemensos pun menilai Soeharto layak menyandang gelar tersebut, merujuk pada rekam jejaknya dalam sejarah perjuangan bangsa. Namanya tercatat memimpin perebutan senjata Jepang di Yogyakarta pada 1945, memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949, hingga menjabat Panglima Komando Trikora dalam operasi pembebasan Irian Barat.
Selain itu, pada 2009, Menteri Agama, Maftuh Basyuni menegaskan bahwa Pak Harto bukan hanya berhak atas gelar tersebut, namun sangat pantas bila generasi saat ini membaca lengkap jasanya pada Republik. Basyuni menekankan bahwa nasionalisme Pak Harto tak perlu diragukan lagi, di mana ia berjuang mempertaruhkan semuanya.
Dampak Sosial dan Politik
Pemberian gelar ini juga mendapat dukungan dari Golkar, yang menilai bahwa kebencian tidak boleh mengkangkangi hak dan prestasi seseorang. Namun, pemerintah saat ini tidak memiliki kendala hukum untuk meloloskan usulan ini, karena Ketetapan (Tap) MPR Nomor 11 Tahun 1998 yang menjadi ganjalan sudah dicabut pada September tahun lalu. Proses pencabutan ini mendapat persetujuan dari seluruh fraksi di MPR.
Penutup
Dengan demikian, pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden Soeharto tidak hanya menjadi isu politik, tetapi juga refleksi atas perjuangan dan dedikasi Pak Harto untuk bangsa. Fenomena ini menunjukkan bahwa demokratisasi dan kemajuan teknologi informasi telah memungkinkan masyarakat untuk lebih terbuka dalam menilai sejarah.
}

Exit mobile version