Setiap tanggal 17 Mei, Indonesia memperingati Hari Buku Nasional. Alih-alih sekadar seremoni simbolik, peringatan ini jadi momentum reflektif atas kondisi literasi bangsa yang masih memilukan.
Menurut data dari Program for International Student Assessment (PISA) 2022, Indonesia menempati peringkat 70 dari 81 negara dalam aspek membaca. Tak hanya itu, UNESCO menyebut dari 1000 orang di Indonesia, hanya 1 yang rajin membaca atau sepadan dengan 0,001% (RRI.co.id, 2024). Ini menunjukkan tingkat literasi kita masih jauh dari ideal.
Sampai di sini, rasanya perlu menengok kutipan dari Vartan Gregorian, mantan Presiden Brown University dan Presiden Perpustakaan New York: “In our democratic society, the library stands for hope, for learning, for progress, for literacy, for self-improvement and for civic engagement. The library is a symbol of opportunity, citizenship, equality, freedom of speech and freedom of thought, and hence, is a symbol for democracy itself.” Ia benar, perpustakaan adalah simbol dari demokrasi itu sendiri.