Berita  

“Gaya Hidup Berkelanjutan: dari Tren ke Transformasi, Apakah Ini Solusi bagi Bumi?”

gaya hidup berkelanjutan: dari Tren ke Transformasi, Apakah Ini Solusi bagi Bumi?”

Gaya hidup berkelanjutan atau sustainable living telah menjadi salah satu tren yang berkembang pesat dalam dekade terakhir, terutama di kalangan Generasi Z (lahir 1997-2012) dan Milenial (lahir 1981-1996). Tren ini adalah respons terhadap tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan ketimpangan sosial. Di Indonesia, di mana populasi anak muda mendominasi—dengan Gen Z dan Milenial mencakup lebih dari separuh penduduk—tren ini memiliki potensi besar untuk mengubah pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat secara keseluruhan. Namun, apakah tren ini benar-benar bisa menciptakan perubahan nyata, atau hanya menjadi fenomena permukaan di tengah budaya konsumtif yang masih kuat? Mari kita telaah lebih jauh.

Mengapa Gaya Hidup Berkelanjutan Penting? Secara global, kesadaran terhadap dampak lingkungan dari aktivitas manusia semakin meningkat. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2023 menyebutkan bahwa emisi gas rumah kaca global harus dikurangi hingga 45% dari level 2010 pada 2030 untuk mencegah kenaikan suhu bumi melebihi 1,5 derajat Celsius. Konsumsi berlebihan, terutama di sektor fesyen cepat ( fast fashion ), makanan, dan transportasi, menjadi penyumbang utama emisi karbon. Di sisi lain, laporan Global Footprint Network menunjukkan bahwa manusia saat ini menggunakan sumber daya setara dengan 1,75 planet Bumi setiap tahunnya—angka yang jelas tidak berkelanjutan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah per tahun, dengan 12% di antaranya berasal dari limbah tekstil seperti pakaian bekas. Selain itu, polusi udara di kota-kota besar seperti Jakarta sering berada di level tidak sehat, sebagian besar akibat emisi kendaraan dan aktivitas industri. Di tengah konteks ini, Gen Z dan Milenial menjadi motor penggerak perubahan, karena mereka lebih terpapar informasi melalui media sosial dan lebih peka terhadap isu lingkungan dibandingkan generasi sebelumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *